DI RATU BOKO BERSAMA MBAH MANTO

“Bapak umurnya berapa?” tanya saya.

Capek selesai berjalan mengelilingi situs purbakala yang katanya dulu adalah istana ‘Ratu Boko’, saya bercengkerama dengan seorang bapak berumur baya yang sedang bekerja mencangkul di sana.

“80 tahun nak” jawab beliau seraya memberikan sesungging senyum. Giginya masih ada beberapa.

“Wah!” kata itu yang mewakili ekspresi keterkejutan. Umur setua itu masih sekuat ini….

Namanya Mbah Manto, penduduk asli lereng gunung situs Ratu Boko tersebut. Sejak kecil tak pernah beranjak tempat tinggal dari sana. Kesetiaan? Entahlah. Bisa jadi kasusnya mirip-mirip dengan Mbah Maridjan yang loyal terhadap Merapinya.

“Kok seusia bapak masih kerja berat kayak gini?” saya membenarkan posisi duduk saya, menghadap persis ke arah beliau. Senada, beliau juga menghentikan sementara aktivitas beliau. Mengambil tempat tak jauh dari batu besar tempat saya rehat.

“Kalau saya nggak kerja kayak gini…. terus besok mau makan apa nak?” jelas beliau dengan nada serius.

“Ya… ya..” angguk saya.

“tapi pak, ngomong-ngomong buat apa Baca lebih lanjut