WE WILL NOT GO DOWN IN GAZA TONIGHT

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

(Penggalan lirik lagu we will not go down ‘song for gaza’ Michael Hart)

Berkebyarlah ufuk dengan cahaya. Sayang, cahaya itu bukan pelangi. Meriahlah angkasa malam bertabur titik-titik api. Sekali lagi sayang, itu bukan sinar-sinar kembang api. Hingga tibalah titik-titik itu di bumi. Menyemburatlah kilauan warna….

Warna merah! Merah kental darah! Dengan taburan titik-titik air mata di atas genangannya…. lalu desing ledakan dilatari isakan bayi-bayi di tetekan ibunya. Serempak berbagai bangunan meruntuh, kocar-kacirlah penghuninya bertebaran mencari perlindungan. Tapi mau lari kemana? Disini semua telah menjelma layaknya neraka. Sementara burung-burung besi di atas sana terus hilir mudik memburu mangsanya.

Malam itu…. di bumi para anbiya….. bumi kiblat pertama dan bumi tujuan isra rasulNya..

***

Gempuran biadab 22 hari Israel ke jalur gaza.

Tercatat akibat serangan itu sekitar 4.000 tempat tinggal telah hancur, juga tak ketinggalan 48 kantor dan bangunan pemerintah, 30 pos polisi dan 20 masjid. Bila dikalkulasi nilai total kerugian mencapai 476 juta dolar atau Rp5,2 triliun, Biro Pusat Statistik Palestina mengatakan Sabtu, 17 Januari.

Tapi itu tidak seberapa dibandingkan dengan malapetaka syahidnya lebih 1300 muslim dan 5000annya lagi luka-luka. Sebuah bencana dahsyat. Karena bagi Allah, bahkan nyawa satu orang mukmin lebih berharga daripada bumi dan seisinya. Namun kini yang dimuncratkan darahnya bukan hanya satu, tapi ribuan. Dengan pembantaian biadab yang begitu rupa. Entah adzab apa yang akan diturunkan oleh Allah sebagai balasan bagi sekumpulan makhluk terkutuk itu. Dan na’udzubillah…. entah apakah adzab yang sama akan turun pula kepada orang-orang yang mendukungnya, atau kepada kaum yang hanya berdiam diri menyaksikannya.

***

“Kalau ente dimintai solusi untuk menyelesaikan masalah Palestina… kira-kira solusi apa yang ente tawarkan?” saat sedang ngumpul-ngumpul, saya lontarkan pertanyaan itu kepada teman-teman.

Beberapa teman mengernyitkan dahi sejenak.

”Susah juga ya…” ucap salah seorang. “benar sih, sekedar kutuk mengutuk, demo atau penggalangan dana jelas tak akan menyelesaikan masalah”

“Seharusnya memang PBB disini berperan aktif untuk memfasilitasi perundingan damai.”

Lanjutnya.

“Tapi menurut saya nih, sob… sebenarnya pangkal masalahnya ada di Hamas sendiri. Hamas bikin masalah, wajar bila pada akhirnya Israel membalas…” tukas salah seorang lagi.

“Jadi….” sergah saya. Saya penasaran dengan pernyataan ke dua ini. Kalau pernyataan pertama wajar. Sering didengung-dengungkan oleh berbagai orang. Namun yang kedua ini termasuk ’berani’, khas pernyataan milik orang-orang liberal.

“Jadi… ya Hamasnya yang mesti dibubarin!” lanjutnya spontan.

Tuh kan… khas banget. Tapi saya coba berhusnudzzan, paling-paling dia termakan info sesat dari media. Pernyataan kedua itu terlampau menyakitkan bagi Hamas dan orang-orang Palestina.

”Kalian mau dengerin cerita saya nggak…” akhirnya saya mulai melontarkan tanggapan saya. Teman-teman saya tadi hanya mengangguk pelan.

”Suatu ketika bayangkan ada sekumpulan orang tak dikenal mengetuk pintu rumah kalian. Belum kalian mengizinkannya masuk, eh ternyata dia masuk duluan tanpa permisi. Lalu dia bermalam di sana. Kalian awalnya berharap kedatangannya hanya sebentar. Tapi urung, hari ke hari jumlah mereka semakin banyak. Mereka pun tanpa malu mengambil seluruh simpanan makanan kalian. Mengambil perhiasan kalian, barang-barang berharga kalian. Bahkan lama kelamaan kamar, ruang tamu, dan hampir seluruhnya diambilnya. Sementara kalian sekarang hanya bisa berjejal menempati sudut kecil di dapur. Putri kalian pun diperkosanya, sementara putra kalian yang masih kecil disembelihnya. Pertanyaannya sekarang, relakah kalian dengan perbuatan bejat kawanan perampok itu?” tanya saya.

Teman-teman saya tadi serempak menggelengkan kepala.

”Lalu yang paling manusiawi dan rasional, seharusnya apa yang kalian lakukan terhadap kawanan perampok?” tanya saya kembali.

”Melawan mereka dan mengusir jauh-jauh mereka” sahut salah seorang teman saya.

”Tepat! Jadi sangat bodoh bila si pemilik rumah mau berdamai dengan mereka. Wong siapa yang punya rumah. Lebih bodoh lagi bila dia mau berbagi tempat dengan dia. Mana ada yang mau hidup berdampingan dengan kawanan perampok yang telah membunuh putra mereka dan memperkosa putri mereka. Eh, lebih aneh lagi lho bila ada yang menyalahkan si pemilik rumah yang melawan…. salah sendiri si pemilik rumah melawan… wajar bila kawanan perampok jadi marah” kali ini kata-kata sindiran saya jelas tertuju kepada teman saya ’pengusung ide hamas dibubarkan’ tadi.

”Oke, sekarang permasalahannya… ingat, yang dilawan itu kawanan perampok! Dan mereka bersenjata. Hitung-hitungan… jelas kita bakal kalah. Maka apa yang kita pikirkan bila demikian?” tanya saya kembali.

”Lapor polisi! Biar polisi yang membekuk mereka!” sahut teman saya semangat.

”Seratus! Masalahnya, sebenarnya para polisi sudah tahu dengan peristiwa sadis itu. Mereka bahkan berjaga-jaga dan sibuk patroli di luar. Lho, kenapa bisa begitu? Sederhana jawabannya. Karena para polisi itu sebenarnya adalah bagian dari komplotan para perampok! Mana mungkin kita berharap pada para polisi?!” saya menghela nafas sejenak.

”Lalu siapa lagi yang bisa diharapkan? Para tetangga. Ah, masalahnya para tetangga tidak ada yang beraninya. Mereka terlampau pengecut untuk sekedar keluar rumah. Yang ada hanya teriakan-teriakan nggak jelas. Huh, mana mungkin para perampok bergeming hanya dengan teriakan. Yang ada mereka malah semakin terbahak”

”Oke, langsung saja. Jadi sekarang solusi apa yang ente tawarkan buat mengusir para perampok itu?” potong teman saya.

”Lho, sebenarnya sudah cukup jelas kan?” ujar saya. ”Seharusnya seluruh tetangga-tetangga tadi pada keluar rumah semuanya dan bersatu menggebuki para perampok tadi. Masa rela gitu aja saudaranya dibantai gitu. Lagian, bisa jadi para perampok itu ujung-ujungnya akan mengincar rumah mereka juga. Nah, masa perampok bisa berkutik melawan orang satu kampung. Terus bila polisi tak bisa diharapkan, maka seharusnya kita membentuk kesatuan polisi sendiri yang lebih adil. Bukannya polisi yang memihak kepada orang-orang jahat!” lanjut saya akhirnya.

Saya pikir seandainya otak teman-teman saya tidak idiot pasti cukup bisa memahami analogi di atas (eh ngomong-ngomong kalian paham nggak?)

Tanah Palestina ini adalah milik umat Islam. Kedamaian berhembus nyaman di sana. Hingga akhirnya datanglah orang-orang Yahudi yang tak diundang. Sedikit demi sedikit mereka mencaplok tanah Palestina. Hingga kemudian mereka mendeklarasikan berdirinya negara Israel. Sementara orang asli Palestina dipaksa mengungsi di sudut-sudut negrinya. Muslimin Palestina pun dibantai, dan diperangi. Sangat manusiawi bila mereka melawan. Namun perlawanan mereka malah disalahkan oleh dunia

Lalu kemana berharap? PBB? Ah, berhentilah berharap! PBB adalah punyanya Amerika dan Amerika adalah sekutunya Israel. Mana mungkin jeruk makan jeruk? Lalu kemana lagi? Kepada negri-negri islam yang lain? Huh, mereka kerjaannya hanya bisa mengutuk dan mengutuk, bahkan sebagian berkomplot dengan Israel laknatullah untuk menghabisi saudaranya.

Maka sesungguhnya solusi bagi Palestina adalah umat islam mesti bersatu melawan kebiadaban Israel! Keluarkan tentara-tentara terbaik umat untuk mengusir mereka dari bumi suci para nabi itu. Kumandangkan jihad fisabilillah…

Sesungguhnya pangkal masalah semua ini adalah akibat institusi khilafah yang telah tiada. Ketika institusi itu masih tegak, bahkan sejengkal saja mereka tak berani menyentuh tanah mulia itu. Maka logikanya bila ketiadaan khilafah adalah sumber masalah. Maka berarti solusi utama masalah adalah dengan mewujudkan kembali institusi khilafah tersebut.

Karena tanpa khilafah…

Api di Palestina tak akan pernah padam…

7 Komentar

  1. Assalammu’alaikum….
    jalin silaturahmi melalui web…
    mari saling berkunjung…hehehe….
    nge-link juga boleh…
    tukeran informasi aja

    • waalaikum salam. salam kenal juga.

  2. ntuh lagu emang lagi enak didengar..
    so touching…

    apalagi dengan ilustrasi suasana gaza dan palestina..
    menyedihkan dan mengerikan..
    israel memang tidak mengenal istilah kemanusiaan..

    kaloditanya sudah seberapa yang mampu kuberikan untuk palestina..
    sulit menjawabnya…
    jadi ingat aa gym..
    dia pernah bilang..
    kalo mau berbuat baik..
    mulailah dari yang terdekat… terkecil… saat ini juga….

    • sepakat, dok! yang terkecil dan terdekat harus dimulai sekarang juga. namun yang gede-gede dan jauh jangan dilupa.
      Doakan, ya dok… besok senen sudah mulai masuk stase anak. Start langsung di igd

  3. Assalamu’alaikum,

    akh fauzan kah ini ??

    • inggih, mang. rian yang mana?

  4. Derita Palestina derita kita..
    Tanpa Khilafah, Israel takkan berhenti menyerang Palestina..
    Artinya, kita harus segera menegakkan khilafah..
    Terapkan syariah, tegakkan khilafah..
    Allahu akbar..


Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar